TTWINNER

Trading Account

Thursday, April 12, 2012

KPU Kota Sorong Bantah Semua Dalil Pemohon dan “Serang Balik” Panwaslukada

Kamis, 12 April 2012 | 18:29 WIB

Sidang lanjutan kedua perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Sorong, Papua digelar hari ini, Kamis (12/4). Sidang kedua yang masih dipimpin Ketua Panel Sidang sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD itu beragendakan mendengar jawaban Pihak KPU Kota Sorong  terkait dalil-dalil Pemohon 15/PHPU.D-X/2012 dan 16/PHPU.D-X/2012. Dalam jawabannya, KPU Kota Sorong menampik semua tuduhan yang dilontarkan Pemohon 15 maupun 16.
Sebelumnya, untuk diketahui Pemohon 15, yaitu Marthinus Salamala-Petrus Fatlolon (Pasangan Calon No. Urut 4). Sedangkan Pemohon 16, yaitu Hengky Rumbiak-Juni Triatmoko (Pasangan Calon No. Urut 1).
Melalui kuasa hukum KPU Kota Sorong, Budi Setyanto menyampaikan bantahan-bantahan pihaknya terhadap tuduhan Pemohon 15 terlebih dulu, yaitu terkait dengan dalil Pemohon 15 yang menyatakan dalam membuat tahapan program, KPU Kota Sorong tidak mengikuti Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2010. Budi menegaskan bahwa pihaknya mengatakan dalil tersebut tidak benar.
“Dalil itu tidak benar  dan keliru karena Termohon (KPU Kota Sorong, red)  selalu mendasarkan pada ketentuan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2010  yang merupakan perbaikan dari Peraturan KPU Nomor 62 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Adapun peraturan itu, di dalam SK Nomor 14 itu tidak dicantumkan, hanyalah merupakan kesalahan teknis dalam pembuatan surat keputusan dan bukan merupakan kesengajaan dari Termohon untuk tidak mencantumkan dalam peraturan itu, khususnya dalam konsideran dan semua ketentuan yang terdapat dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2010 itu juga telah semuanya dilaksanakan oleh Termohon,” tegas Budi.
Selanjutnya Budi juga membantah bahwa pihaknya membiarkan Pasangan Calon Nomor Urut 3 bekerja sama dengan kepala dinas catatan sipil dengan menggunakan produk e-KTP sebagai dasar dalam penetapan Daftar Pemilihan Sementara (DPS) dan Daftar Pemilihan Tetap (DPT) oleh KPU Kota Sorong. “Termohon menggunakan DP-4  yang diserahkan dari pemerintahan kota, dalam hal ini dinas kependudukan  yang kemudian disusun dan kemudian divalidasi, kemudian dimutakhirkan, dijadikan DPS dahulu, dan kemudian dimutakhirkan oleh PPS. Dan hasilnya kemudian, ditetapkan sebagai DPS dan DPT,” papar Budi.
Budi juga menegaskan bahwa KPU Kota Sorong dalam menetapkan lima pasangan calon sudah sesuai dengan prosedur peraturan atau prosedur hukum dan melalui verifikasi administratif maupun faktual yang ketat, tidak seperti yang dituduhkan Pemohon 15.
Hal yang sama dilakukan oleh Pihak KPU Kot Sorong terhadap dalil-dalil Pemohon 16, semua ditampik. Bahkan, Budi menyampaikan kepada panel hakim yang dianggotai Maria Farida Indrati dan Anwar Usman itu bahwa Pemohon 16 telah mencoba menggiring persepsi Majelis Hakim MK dengan cara membangun opini berdasarkan asumsi-asumsi yang didasarkan pada pemutarbalikan fakta yang sesungguhnya.
Dengan lantang, Budi juga menyatakan bahwa pihaknya melihat bahwa Pemohon 16 sekedar membuat skenario  terkait dengan daftar pemilih yang seolah-olah ditetapkan dengan rekayasa, penambahan tempat pemungutan suara seolah-olah yang melanggar aturan, penggunaan hak konstitusional seolah-olah tidak dijalankan, perlindungan dan penegakan hukum tentang demokrasi dalam pemilukada yang seolah-olah malah krisis, dan tidak dijalankan pelaksanaan pleno PPD KPU Kota Sorong yang seolah-olah mengabaikan keberatan dari Pemohon dan Panwaslu Kota Sorong.
Balik menyerang, Budi menuduhPanwaslu Kota Soronglah yang justru bersikap tidak netral. Hal itu dikatakan Budi terkait dalil Pemohon 16 yang menyatakan pada saat pengambilan Kotak Suara untuk dilakukan rekapitulasi Pihak Panwaslu Kota Sorong tidak diundang. “Panwas diundang dan faktanya dihadiri oleh salah satu anggota Panwas, namun anggota Panwas yang hadir menolak menandatangani Berita Acara  karena diperintahkan oleh Ketua Panwasiukada Kota Sorong untuk tidak boleh menghadiri Pleno Rekapitulasi tingkat PPD. Berdasarkan kondisi seperti ini maka pertanyaanya mengapa Ketua Panwasiukada Kota Sorong mengintruksikan anggotanya tidak boleh hadir dalam proses rekapitulasi? Hal ini bisa ditafsirkan adanya pemihakan dari Panwasiukada Kota Sorong,” tuding Budi. (Yusti Nurul Agustin/mh)

No comments: